SUARAMAKASSAR.COM-Makassar, -- Salah satu kasus yang menarik perhatian baru-baru ini adalah kejadian PHK secara sepihak terhadap karyawan bernama Rimba Sanjaya oleh PT. Lambang Azas Mulia dibawah Naungan PT. Elnusa Petrofin di mana perusahaan menuding adanya pelanggaran tanpa menyertakan bukti yang konkrit.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai hak-hak karyawan dan kewajiban perusahaan dalam proses PHK. Ketika seorang karyawan diberhentikan dengan pelanggaran pelanggaran, harapan utama adalah adanya kejelasan, transparansi, dan yang paling penting, bukti yang kuat untuk mendukung klaim tersebut.
PHK Sepihak Tanpa Bukti
Menurut informasi yang beredar,
PT. Lambang Azas Mulia dibawah Naungan PT. Elnusa Petrofin dituding telah melakukan PHK terhadap Rimba Sanjaya secara sepihak. Pihak perusahaan mengklaim bahwa Rimba Sanjaya telah melakukan pelanggaran, namun dugaan tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang memadai. Situasi ini tentu saja menempatkan karyawan pada posisi yang sangat rentan, di mana masa depan karir dan kehidupannya terancam oleh tuduhan yang belum terbukti.
Proses PHK yang adil seharusnya melibatkan tahapan klarifikasi, pemberian kesempatan membela diri, dan tentunya, penyertaan bukti sah atas pelanggaran yang dibenarkan. Tanpa adanya bukti yang jelas, tindakan PHK dapat dianggap melanggar prinsip keadilan dan bahkan menyalahi undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.
Kasus seperti yang dialami Rimba Sanjaya ini seringkali menjadi sorotan tajam. Setiap perusahaan memiliki hak untuk melakukan PHK, namun prosesnya harus transparan, adil, dan didukung dengan bukti yang kuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Tanpa itu, tindakan tersebut dapat dianggap melanggar hak dasar karyawan.
Diduga tanpa bukti yang valid, transparan, atau dapat dipertanggungjawabkan.
Proses Pembelaan Karyawan Karyawan dapat memberikan penjelasan dan pembelaan diri melalui serangkaian proses (tripartit, dll.). Diduga hak pembelaan tidak terpenuhi secara memadai atau diabaikan.
Hak Pesangon /kompensasi serta cuti masah kerja Wajib diberikan sesuai ketentuan undang-undang ketenagakerjaan. Status pemberian hak pesangon mungkin menjadi perselisihan atau belum terselesaikan.
Kasus Rimba Sanjaya dengan PT. Lambang Azas Mulia dibawah Naungan PT. Elnusa Petrofin
ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak. Bagi perusahaan, ini adalah cerminan tentang betapa krusialnya menjalankan prosedur PHK sesuai dengan koridor hukum dan etika. Pelanggaran terhadap prinsip ini tidak hanya dapat merugikan karyawan, tetapi juga merusak reputasi perusahaan dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi hukum jangka panjang.
Bagi karyawan, kasus ini menekankan pentingnya memahami hak-hak ketenagakerjaan. Mengetahui hak untuk diberitahu, hak untuk membela diri, dan hak atas bukti atas tuduhan yang diberikan adalah langkah pertama dalam melindungi diri dari praktik PHK yang tidak adil.
Pada akhirnya, keadilan dalam hubungan kerja adalah fondasi bagi lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Setiap tindakan PHK harus didasarkan pada prinsip kebenaran, keadilan, dan kepatuhan terhadap hukum, tidak peduli siapa pun pihak yang terlibat.
Menurut keterangan rimba Sanjaya saat di konfirmasi oleh media mengatakan dirinya sudah dua kali melakukan media secara Tripartit dikantor Dinas ketenagakerjaan, akan tetap belum ada titik terang dari pihak PT. Lambang Azas Mulia dibawah Naungan PT. Elnusa Petrofin untuk menyelesaikan hak" kami yang belum terbayarkan. Baik dari pihak PT. Lambang Azas Mulia dibawah Naungan PT. Elnusa Petrofin yakni HRD Maisyarah Rachman pun belum memberi kejelasan dan bukti terkait dengan tuduhan pelanggaran yang kami lakukan selama kami bekerja di waktu itu.
"Ia juga sempat dapat surat untuk mediasi tahap tiga pada tanggal 16 September 2025, akan tetap mediasi tahap ketiga tersebut ditunda,"ucap rimba
Lebih lanjut rimba menyampaikan ia sempat mengkonfirmasi pihak Disnaker Kota Makassar terkait mediasi tahap ketiga tersebut, "assalamualaikum ibu. Mohon izin, saya ingin memastikan untuk mediasi ke-3 nanti. Karena dalam surat PHK perusahaan menuduh saya melakukan pelanggaran berat dengan dasar bukti CCTV, saya berharap pihak Disnaker bisa meminta perusahaan membawa bukti tersebut ke mediasi,"terangnya.
Sesuai aturan UU Ketenagakerjaan dan UU PPHI, pihak yang menuduh wajib membuktikan. Jika bukti tidak ditunjukkan, tentu tuduhan itu tidak sah, dan saya sebagai pekerja sangat dirugikan.
"Mohon kiranya hal ini bisa ditegaskan pada mediasi nanti, agar proses berjalan transparan dan adil, makasih Ibu." Ungkap Rimba Sanjaya kepada pihak Disnaker Kota Makassar melalui pesan WhatsApp nya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi dari perusahaan PT. Lambang Azas Mulia dibawah Naungan PT. Elnusa Petrofin
Social Header